YAYASAN GURU NGAJI INDONESIA 

Facebook Twitter Gplus RSS
formats

Forum

FORUM KOMUNITAS DAN DA’WAH

Share
 
 Share on Facebook Share on Twitter Share on Reddit Share on LinkedIn
1 Comment  comments 

One Response

  1. Memprihatinkan Budaya Kekerasan

    Di antara tujuan agung syariat Islam adalah menciptakan dan menjamin rasa aman di tengah-tengah masyarakat. Setiap anggota masyarakat – muslim ataupun bukan – berhak mendapatkan perlindungan dan wajib dijaga mulai dari kehormatannya hingga jiwanya. Semuanya mendapat perlindungan tanpa kecuali.
    Perlindungan terhadap manusia demikian sempurna. Jangankan sampai membuat onar apalagi membunuh, Nabi saw. bahkan melarang seorang muslim mengacungkan senjata ataupun sesuatu yang tajam kepada orang lain.

    مَنْ أَشَارَ إِلَى أَخِيهِ بِحَدِيدَةٍ ، فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَلْعَنُهُ ، حَتَّى وَإِنْ كَانَ أَخَاهُ لأَبِيهِ وَأُمِّهِ
    “Siapa yang menunjuk saudaranya dengan besi tajam maka Malaikat mengutuk kepadanya meskipun yang ditunjuk itu saudara kandungnya.”(HR. Muslim).
    Allah Ta’ala pun memberikan ‘harga’ yang demikian mahal terhadap darah dan jiwa manusia. Sehingga tidak patut bagi siapapun menakut-nakuti atau menghilangkan nyawa seseorang tanpa alasan yang dibenarkan hukum Islam.

    “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”(QS. al-Maidah: 32).

    Yang kita rasakan saat ini justru sebaliknya. Masyarakat seolah terbiasa dengan budaya kekerasan. Kerusuhan antar warga — mulai dari pelajar hingga orang dewasa – seolah menjadi budaya baru. Seringkali hanya karena persoalan sederhana dan ringan, kekerasan meledak dengan amat dahsyatnya.
    Kekerasan terjadi sejak dalam rumah tangga hingga ke tempat-tempat umum. Bukan sekali dua kali kita mendengar kekerasan dalam rumah tangga, baik itu dilakukan suami-istri maupun orang tua terhadap anak dan sebaliknya. Beberapa kali kita mendengar orang tua yang dengan tega menyiksa hingga membunuh anaknya. Malah ada anak yang disiksa hanya karena menghabiskan makanan milik ibunya.
    Budaya kekerasan adalah budaya demokrasi. Dalam demokrasi berlaku prinsip survival of the fittest – yang kuat adalah yang bertahan. Tidak usah heran kita sering menyaksikan penguasa dalam sistem demokrasi bersikap keras terhadap rakyatnya. Penggusuran terhadap rumah warga, pedagang kecil, dsb. Menjadi pemandangan yang lumrah. Bagaimana bisa, orang yang telah tinggal berpuluh tahun di sebuah lahan lantas digusur begitu saja hanya karena tidak memiliki selembar kertas? Atau pedagang kecil yang mereka dipungut pajak oleh penguasa namun tetap disingkirkan tanpa diberi santunan atau lokasi pengganti?
    Pantaslah bila masyarakat pun terbiasa melakukan kekerasan di antara mereka. Inilah budaya kekerasan yang terjadi secara sistematis.
    Budaya seperti ini telah terjadi di masa jahiliyah dulu, jauh sebelum kedatangan Islam. Namun semenjak kedatangan Islam semunya berubah. Manusia diajarkan untuk saling menjaga dan melindungi kehormatan, harta dan jiwa sesama. Islam mengajarkan penghargaan yang luhur pada sesama. Nyawa seorang muslim lebih mahal ketimbang dunia dan seisinya.

    لَزَوَالَ الدُّنْيَا أَهْوَن عِنْدَ اللهِ مِن قَتْلِ رَّجُلٍ مُسْلِمٍ
    “Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya nyawa seorang muslim.”(HR. Nasai dan Tirmidzi).
    Penghargaan terhadap jiwa manusia ini bahkan juga diajarkan dalam peperangan. Islam mengajarkan bahwa dalam peperangan setiap prajurit tidak diperbolehkan membunuh anak-anak, wanita, orang tua, pendeta, warga yang ikut dalam peperangan, bahkan dilarang juga membunuh hewan dan merusak tanaman. Bayangkan, agama dan ideologi mana yang mengajarkan prinsip-prinsip kemanusiaan yang luhur yang melebihi Islam? Tidak ada.
    Bandingkan dengan peperangan yang dilakukan pasukan Salib ketika menaklukan Yerusalem dan membantai 40 ribu jiwa dalam satu minggu saja. Atau bagaimana pasukan koalisi pimpinan AS membunuhi ratusan ribu warga sipil di Irak, Afghanistan, atau Pakistan.
    Pada bagian inilah, semestinya kita sadar dengan sepenuh hati, bahwa sudah saatnya kaum muslimin kembali pada Islam. Terbukti hanya sistem Islam yang menciptakan perlindungan penuh terhadap umat manusia dan menolak budaya kekerasan dalam masyarakat. Seorang muslim menjaga keamanan orang lain karena karakternya sebagai seorang beriman, bukan karena sekedar takut dibalas atau dihukum oleh negara, tapi karena dorongan imannya kepada Allah SWT. Sabda Nabi saw.:

    الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
    “Seorang muslim adalah yang kaum muslimin selamat dari (gangguan) lisannya dan tangannya”(HR. Bukhari).
    Bukan saja membangun pribadi-pribadi yang menghormati dan menghargai kehidupan orang lain, Islam juga memberikan sistem sanksi yang berisikan perlindungan terhadap sesama. Dengan adanya sanksi ini, pintu bagi munculnya tindak kekerasan akan ditutup secara sempurna.

Komentar dan Artikel

Email Address tidak terpublikasi. Yang ditandai harus diisi lengkap *

*

Iklan Baris

Abu Mufid terima climbing penulisan skripsi, Konsentrasi jurusan Pendidikan dan non Pendidikan Thesis
Simbah Wuri Miswandaru, menerima pengobatan alternatif Penyakit dalam, Bekam, Rukyah, Hijamah, tenung, sihir dll.